BeritaNasional

Memelihara Memori Kolektif tentang Bung Karno (1)

REDAKSIBALI.COM – Dalam rangka Bulan Bung Karno Dewan Pengurus Daerah Persatuan Alumni (DPD PA) GMNI Bali menyelenggarakan Webinar Nasional dengan tema ‘Bung Karno Bapak Bangsa: Memelihara Memori Kolektif tentang Bung Karno’ pada Hari Minggu (21/6).

Webinar Nasional ini menghadirkan empat orang narasumber yang kompeten di bidangnya yakni, Ketua DPD PA GMNI Bali yang juga anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan I Gusti Ngurah Kesuma Kelakan, Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi I Dewa Gede Palguna. Dosen Fakultas Ilmu Budaya Unud Putu Gede Eka Guna Yasa dan Dosen UNHI I Gusti Agung Paramita.

Setelah dibuka oleh Sekretaris DPD PA GMNI Bali Ketut Kariyasa Adnyana yang juga anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan,  satu persatu Narasumber secara bergiliran memaparkan pemikiran mereka.

Narasumber  I Gusti Ngurah Kesuma Kelakan yang akrab dipanggil Alit Kelakan memaparkan Relevansi Ajaran Bung Karno Menghadapi Tantangan Indonesia Kini.

“Ada empat hal yang menjadi karakter pemikiran Bung Karno yakni pemersatu, anti imperialisme, sosialisme dan nasionalisme yang kemudian menjadi teori perjuangan ajaran Marhaenisme,” kata Alit Kelakan.

Lebiih lanjut Alit Kelakan memaparkan Marhanisme yang berasaskan Sosio Nasionalisme, Sosio Demokrasi dan Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan Ideologi yang menentang penindasan manusia atas manusia dan bangsa atas bangsa. Marhanisme juga merupakan ajaran yang memihak pada rakyat kecil yang merdeka, tidak menjual tenaga dan pikiran pada majikannya, tetapi berjuang untuk nasibnya sendiri.

“Ada lima cita-cita masyarakat Marhaen. Yakni : pertama, membentuk masyarakat sosial Indonesia yang meniadakan sistem kapitalis dan imperialisme. Kedua, menolak adanya hak milik pribadi atas alat – alat produksi yang vital. Ketiga, alat-alat produksi yang vital tersebut dijadikan hak milik negara. Keempat, gotong royong yang artinya adalah tiap – tiap orang di dalamnya dapat hidup sama makmur dengan yang lain atau dengan kata lain sama rasa sama rata. Dan yang kelima, menentang kapitalisme dan imperialisme, perjuangan tersebut merupakan perjuangan rakyat marhaen di seluruh dunia agar suatu masyarakat bangsa -bangsa sedunia bebas dari penjajahan dan penindasan dalam segala lapangan.” terang Alit Kelakan.

Alit Kelakan juga memaparkan prinsip perjuangan Bung Karno seperti non kooperasi, machvorming, massa aksi, self help dan self relience. Dimana prinsip ini kemudian melahirkan konspep Tri Sakti yakni berdaulat dibidang politik, berdikari dibidang ekonomi dan berdikari dibidang kebudayaan.

“Sementara itu neoliberalisme, radikalisme dan disinegrasi bangsa masih menjadi tantangan Indonesia masa kini,“ ungkap Alit Kelakan.

Narasumber lainnya yakni Mantan Hakim Konstitusi I I Dewa Gede Palguna dalam Webinar membahas topik terkait hubungan gagasan Bung Karno tentang Kebangsaan Indonesia dengan Dasar Negara dan UUD 1945. Terkait topik ini, I Dewa Gede Palguna memulai penjelasannya tentang siapakah bangsa Indonesia itu.

Dewa Palguna menjelaskan pemikiran Bung Karno seperti yang dikutip oleh Ernest Renan dan Otto Bauer bahwa ‘Bangsa Indonesia’ itu bukan bangsa dalam pengertian sekadar sekumpulan orang yang bersatu karena adanya kehendak untuk bersatu. Juga bukan sekadar sekumpulan orang yang memiliki kesatuan perangai yang terbentuk oleh persamaan nasib.

“Menurut Bung karno, ‘Bangsa Indonesia’ adalah gabungan dari kedua hal itu dan adanya persatuan dengan wilayah yang didiami,” kata Dewa Palguna

Lebih lanjut Dewa Palguna menjelaskan, Bangsa Indonesia menurut Bung Karno merupakan sekelompok orang yang berbhinneka dalam berbagai hal yang mendiami wilayah nusantara ini yang merasa terikat dalam suatu persatuan di mana persatuan itu timbul selain karena adanya kehendak untuk bersatu juga karena adanya persamaan perangai yang lahir dari persamaan nasib dan mereka sekaligus merasa menyatu dengan wilayah tempatnya berdiam.

“Dasar negara yang cocok untuk bangsa yang demikian menurut Bung Karno, adalah Pancasila. Dengan demikian, nation-state Indonesia tidak bisa dilepaskan dari dasar negara Pancasila. Artinya, tidak ada nation-state Indonesia jika dasarnya bukan Pancasila,” tegas Dewa Palguna.

Lebih rinci Dewa Palguna menjelaskan Gagasan Kebangsaan Indonesia itulah yang diproklamirkan 17 Agustus 1945 (bukan gagasan kebangsaan yang lain). Sebagaimana ditegaskan dalam Alinea Keempat Pembukaan UUD 1945, kemerdekaan kebangsaan Indonesia itulah yang kemudian ‘disusun’ ke dalam UUD 1945.

Dari pandangan itu Dewa Palguna memberi kesimpulan bahwa tidak ada Negara-bangsa Indonesia jika dasarnya bukan Pancasila; dan UUD 1945 (sekalipun dilakukan perubahan) adalah penuangan dari Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia.

Webinar Nasional yang berlangsung selama tiga jam ini. dipandu oleh Ida Bagus Krisha Dhana dan Ketu  Bela. Narasumber lainnya Putu Eka Guna Yasa membahas Sukarno sebagai Pemimpin yang mendengarkan ahli bahasa dan sastra. Sementara I Gusti Agung Paramita membedah Pancasila sebagai Ideologi dan Jiwa Bangsa dalam perspektif filosofis.(GR)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *