BeritaNasional

Memelihara Memori Kolektif tentang Bung Karno (2)

REDAKSIBALI.COM – Dalam rangka Bulan Bung Karno DPD Persatuan Alumni (DPD PA)  GMNI Bali menyelenggarakan Webinar Nasional dengan tema ‘Bung Karno Bapak Bangsa: Memelihara Memori Kolektif tentang Bung Karno’ pada Hari Minggu (21/6)

Webinar Nasional ini menghadirkan empat orang narasumber yang kompeten dibidangnya yakni , Ketua DPD Persatuan Alumni GMNI Bali yang juga anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan I Gusti Ngurah Kesuma Kelakan, Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi I Dewa Gede Palguna . Dosen Fakultas Ilmu Budaya Unud Putu Gede Eka Guna Yasa dan Dosen UNHI I Gusti Agung Paramita.

Setelah Webinar Nasional dibuka oleh Skretaris PA GMNI Bali Ketut Kariyasa Adnyana, yang juga anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, satu persatu Narasumber secara bergiliran memaparkan pemikiran mereka.

Baca juga :  http://redaksibali.com/2020/06/memelihara-memori-kolektif-tentang-bung.html

Dalam pemaparannya Putu Gede Eka Guna Yasa menyatakan Bung Karno merupakan Pemimpin yang mendengarkan ahli bahasa dan sastra. Mendukung argumentasinya ini, Dosen Prodi Bahasa Bali pada Fakultas Ilmu Budaya UNUD ini memberi contoh pidato Bung Karno Pada sidang BPUPKI Tanggal 1 Juni 1945. Dalam pidatonya saat itu, Bung Karno menyebut kalau kata Pancasila merupakan atas petunjuk seorang temannya yang ahli bahasa.

Terkait penggunaan kata Pancasila, Eka Guna Yasa menyebut dua nama tokoh bahasa dan sastra yang memberikan pengaruh pada Sukarno saat itu, yakni Mohamad Yamin dan I Gusti Bagus Sugriwa.

Contoh lain yang diungkapkan Eka Guna Yasa bahwa Sukarno merupakan Pemimpin yang mendengarkan ahli bahasa dan sastra yakni ketika Sukarno berkunjung ke Ubud-Gianyar, pada bulan purnama tahun 1962. Saat itu Soekarno secara khusus mengundang seorang dalang bernama I Nyoman Granyam dari Sukawati untuk mementaskan lakon Wayang Sutasoma atau Purusadasanta.

Eka Guna Yasa menceritakan, usai menonton pertunjukan tersebut, Soekarno memberikan apresiasi kepada dalang dengan pernyataan “Saya sangat terkesan dengan ucapan Sutasoma tadi, ” kata Eka Guna Yasa mengulangi  pernyataan Bung Karno kepada dalang.

Dalam pandangan Eka Guna Yasa, peristiwa menonton pertunjukan wayang Sutasoma yang dilakukan oleh Soekarno tersebut menunjukkan kedekatan hubungan ideologis antara Sukarno dengan karya Mpu Tantular itu yang didalamnya juga memuat istilah pancasila dan bhinneka tunggal ika.

“Rekam jejak Soekarno dalam penggunaan Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan Garuda sebagai pilar penyangga tegaknya NKRI jelas sekali menunjukkan alur spirit sastra Jawa Kuno. Penggunaan dan pencanggihan konsep-konsep itu merupakan realisasi dari Jas Merah atau Jangan Sekali-Sekali Lupakan Sejarah. Soekarno tidak hanya menyarankan kita untuk memiliki kesadaran sejarah, tapi beliau sendiri telah membadankan gagasan itu dalam kata-kata dan tindakan! Semoga beliau meraih kemahardikaan abadi di alam shunya,“ kata Eka Guna Yasa mengakhiri presentasinya.

Narasumber lainnya yakni I Gusti Agung Paramita membedah Pancasila sebagai Ideolgi dan Jiwa Bangsa dalam persefektif filosofis.

Pada presentasinya, Dosen Universitas Hindu Indonesia (UNHI) ini menyampaikan bahwa Pancasila adalah satu-satunya usaha Bung Karno yang mencoba menjadikan segala perdebatan ideologis ke dalam komposisi yang utuh.

Dalam uraiannya Agung Paramita menyatakan nilai-nilai dalam Pancasila tidak bisa dilepaskan dari tipe-tipe religio-kultural masyarakat Indonesia khususnya pandangan dunia orang Jawa yang banyak disajikan melalui pementasan wayang.

Disebutnya pula, Pancasila merupakan representasi dari pola sinkretik dalam kebudayaan Indonesia. Bukan Negara sekular, bukan Negara agama.

Sukarno dipengaruhi pandangan dunia Jawa yang sinkretik sehingga terobsesi menyatukan hal-hal yang dianggap berlawanan” kata Agung Paramita.

Melengkapi pendapat dua Narasumer, salah satu peserta Webinar IGN Agung  Eka Darmadi (Wakil Ketua Bidang Ideologi DPD PA GMNI Bali) menyatakan bahwa Pancasila 1 Juni  merupakan wacana GMNI sejak era orde baru.

Eka Darmadi berpendapat, Pancasila merupakan reifikasi pemikiran filosofis Ir. Soekarno, pemikiran filosofis dan taman sari nilai luhur nenek moyang bangsa ini yang disaripatikan  dalam philosopische gronslage yaitu falsafah, pandangan hidup, dan nilai luhur bangsa di bumi Nusantara ini yang dianut turun-temurun.

“Tentang sinkritisme juga memang tanah Jawa dan Bali legendaris melahirkan karya sastra sinkretik, candi, tradisi ritual, hingga budaya sinkretik hingga saat ini,” kata Eka Darmadi

Webinar Nasional yang berlangsung selama tiga jam ini dipandu oleh Ida Bagus Krisha Dhana dan Ketut Bela.

Narasumber lainnya I Gusti Ngurah Kesuma Kelakan yang akrab dipanggil Alit Kelakan memaparkan Relevansi Ajaran Bung Karno Menghadapi Tantangan Indonesia Kini. Sementara I  Dewa Gede Palguna membahas topik terkait Hubungan Gagasan Bung Karno tentang Kebangsaan Indonesia dengan Dasar Negara dan UUD 1945.(GR)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *