Berita

Lima Jawara Lomba Visualisasi Puisi Maestro Umbu Landu Paranggi

REDAKSIBALI.COM – Sempat tertunda beberapa kali akibat pandemi dan beberapa hal teknis lain, akhirnya Dewan Juri Lomba Visualisasi Puisi Karya Maestro memilih lima pemenang tanpa urutan. Lomba ini digelar Cakrakata.id bersama BKraf Denpasar untuk mengenang penyair Umbu Landu Paranggi.

Lomba Visualisasi ini merupakan lomba membaca puisi secara ‘virtual’. Peserta diwajibkan membuat video pembacaan puisi yang telah ditentukan oleh Panitia. Dalam video, peserta bebas memberi ilustrasi foto, sket, atau rekaman video yang berhubungan dengan kalimat-kalimat dalam puisi tersebut.

Sebanyak 27 peserta dari seluruh Indonesia mengirimkan karyanya kepada panitia. Dari jumlah tersebut Dewan Juri memilih lima peserta dengan karya terbaik yakni : Dallu Awarta (Cerita Seorang Tua), Kardanis Muda Wijaya (Upacara XXIII), Nady & Jordi (Melodia), Virgina & Ade Rofiqi (Ibunda Tercinta), dan Winiarthini (Ni Reneng).

Dewan Juri diketuai oleh Putu Fajar Arcana, dengan anggota yaitu Warih Wisatsana, Sha Ine Febriyanti, Wayan Jengki Sunarta, dan Agung Bawantara. Dalam pengumuman pemenang, Dewan Juri menyampaikan catatan bertajuk: “Menyikapi Realitas Berubah” yang ditandatangani pada 24 Desember 2021.

Saat penetapan pemenang, Dewan Juri menyampaikan bahwa realitas pasca pandemi Covid-19 menjadi tantangan besar bagi para pembaca puisi. Perubahan yang terjadi pada lanskap kultural telah mempengaruhi berbagai aspek dalam kehidupan manusia, terutama dalam ekosistem pergaulan serta metode pemahaman terhadap realitas itu sendiri.

Sejak awal tahun 2020, penetrasi dunia digital yang “dipaksakan” oleh situasi pendemi, telah mengakibatkan perubahan mendasar dalam pola-pola komunikasi. Momentum itulah yang disebut-sebut sebagai disrupsi digital, di mana perubahan-perubahan itu telah membawa berbagai inovasi dengan segenap kreativitas, untuk menyikapi kenyataan.

Dewan Juri menyampaikan bahwa karya-karya dalam Lomba Visualisasi Video Puisi Karya Maestro Umbu Landu Paranggi, menjadi salah satu representasi dari perubahan-perubahan mendasar yang terjadi di sekitar kita. Teknologi digital, sebagai keniscayaan, tidak lagi sekadar dianggap sebagai medium komunikasi, tetapi telah menjadi bahasa ekspresi, yang mewakili kekinian.

Karena itu sinergisitas antara puisi sebagai teks yang berisi pesan penyair dengan bahasa gambar di sisi lain, telah melahirkan satu genre baru dalam tata cara menghadirkan puisi ke ruang publik.

Puisi tak cukup lagi sekadar dibacakan secara telanjang di atas panggung, tetapi dihadirkan secara utuh, lengkap dengan tafsir visual; di mana teks “hanyalah” pemantik bagi pengembaraan gambar. Dalam pengembaraan itulah teks dan gambar saling-silang untuk mengemban satu tugas bersama: menghadirkan puisi ke hadapan publik dalam konteks ruang dan waktu yang telah berubah tadi.

Setelah menimbang lebih dari 30 peserta yang mengikuti lomba ini, Dewan Juri sepakat memilih lima pemenang tanpa urutan. Keputusan ini diambil mengingat beberapa hal. Pertama, visualisasi puisi lewat video merupakan gagasan baru. Kedua, sebagai hal yang baru ia membutuhkan pematangan secara definitive.

Salah satu dari lima karya terbaik Lomba Visualisasi Puisi Karya Maestro Umbu Landu Paranggi yang diselenggarakan oleh BKraf Denpasar bekerjasama dengan Cakrakata.id

Ketiga, para peserta harus berjuang mengarungi wilayah asing sebagai seorang pemula. Keempat, Parameter yang digunakan sebagai penilaian belum menemukan bentuk yang mapan. Kelima, para penilai terus berusaha menyelaraskan segala hal untuk menuju frekuensi yang sama dan seimbang.

Kelima pemenang yang dipilih oleh Dewan Juri itu adalah: Dallu Awarta (Cerita Seorang Tua), Kardanis Muda Wijaya (Upacara XXIII), Nady & Jordi (Melodia), Virgina & Ade Rofiqi (Ibunda Tercinta), dan Winiarthini (Ni Reneng).

Dalam catatan Dewan Juri, Kelima pemenang (diurut berdasar abjad) dinilai telah menjadi karya-karya yang dianggap ideal dalam melakukan pendekatan baru untuk mempresentasikan puisi ke hadapan publik.

Mereka berhasil menerjemahkan secara visual karya-karya Umbu Landu Paranggi, tanpa kehilangan teks dan konteks. Pada tahapan itu, secara tekstual puisi-puisi Umbu tetap hadir sebagai “pembawa pesan penyair”, tetapi kemudian “digemakan” lewat ekspresi visual yang memperkaya tafsir puisi itu sendiri.

Pembacaan yang mempesona dari Muda Wijaya, Virgina, dan Dallu, misalnya, diperkaya oleh tampilan visual sebagai tafsir terhadap puisi Umbu. Sementara itu Nady dan Winiarthini, memperlihatkan tafsir visual yang memperkaya pemahaman kita terhadap puisi-puisi Umbu.**

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *